Maksimalkan Kinerja, Pemerintah Siap Perjuangkan Upah Pekerja

Pemerintah berupaya memperjuangkan agar tingkat upah pekerja di bidang konstruksi dapat diterapkan secara memadai dalam revisi Undang-Undang Jasa Konstruksi yang kini sedang dibahas.

"Billing rate (tingkat pengupahan) para pekerja konstruksi di Indonesia harus distandarkan melalui aturan yang ditetapkan menteri, sehingga para tenaga ahli dan tenaga terampil Indonesia itu dapat maksimal bekerja dan merasa benar-benar dihargai di negeri sendiri," kata Plt Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Hediyanto W Husaini, dalam keterangan tertulisnya,

Dia mengingatkan bahwa para pekerja konstruksi ini memiliki peranan vital dalam pembangunan dengan persentase nilai kebutuhan yang relatif kecil dalam sebuah nilai proyek. Pada umumnya, ujar dia, tenaga ahli dan terampil teranggarkan sekitar 10-15 persen dari total nilai proyek, namun kenyataannya, persentase kecil tersebut yang harus bertanggungjawab besar atas keberhasilan pembangunan sebuah proyek.

"Kami bersama LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) akan terus mendukung pelatihan SDM yang diadakan asosiasi baik dari sisi kerja sama pendanaan, penyediaan narasumber, dan penguji agar langsung tersertifikat, khususnya tenaga kerja terampil," ujarnya.

Beberapa isu yang dibahas terkait revisi Undang-Undang jasa konstruksi antara lain terkait peranan pemerintah daerah sebagai pembina jasa konstruksi daerah yang saat ini terkesan masih setengah-setengah. Selain itu, pemerintah juga mengusahakan agar biaya konstruksi tidak tinggi, akibat terjadinya pajak ganda yang masih memberatkan sejumlah perusahaan konstruksi.

Sebagaimana diberitakan, investasi alat berat untuk mengembangkan sektor konstruksi di Indonesia memerlukan dukungan berbagai pihak agar dapat memenuhi keberlanjutan bisnis penyewaan alat berat di Tanah Air. "Untuk membuat sendiri alat berat masih perlu dukungan. Kita mengajak produsen alat berat di luar negeri untuk membuat pabrik di Indonesia. Seperti, hidroliknya impor dan alat berat bahan dari Indonesia," kata Hediyanto.

Menurut dia, investasi alat berat relatif mahal, sehingga kepemilikan alat berat harus memenuhi kriteria kualitas, umur, layanan, produktivitas, dan biaya operasi dan pemeliharaan yang layak. Selain itu, ujar dia, hampir 99 persen komposisi kontraktor nasional masuk dalam kelompok klasifikasi kecil dan menengah sehingga menghadapi kesulitan berinvestasi alat berat.

"Oleh karena itu, perlu dukungan pemerintah dalam hal skema pembiayaan yang kompetitif sehingga mendorong terwujudnya bisnis alat berat yang berkelanjutan.





                                                                                   Sumber : metrotvnews.com

Tag : SewaAlatBerat
        Sewa Alat Berat
        SewaBeko
        Sewa Beko